Akankah China Bisa Menguasai Ekonomi Dunia Dengan Megaproyek Belt and Road Initiative (BRI)
Sabtu, 12 Februari 2022
Tulis Komentar
Lebih dari 8,7 juta penduduk dari kemiskinan parah dan 34 juta penduduk dari kemiskinan sederhana itulah salah satu manfaat yang didapat dari mega proyek yang dirancang oleh negara Cina ini. Projek One Belt One Road (OBOR), diperkenalkan oleh Presiden Republik Rakyat China, Xi Jin Ping di tahun 2013 dari ide Jalur Sutra yang digunakan untuk perdagangan sejak lama.
Kemudian pada bulan Maret 2015 Dewan Negara Tiongkok pedoman formal yang disetujui untuk proyek ini bernama Belt and Road Initiative (BRI) Pada tahun 2017, Presiden Xi Jin Ping mengumumkan total 124 miliar USD akan diinvestasikan untuk proyek BRI
Dalam artikel ini kita akan melihat bagaimana megaproyek BRI China ini dikembangkan dan bisakah negara china menjadi pengontrol ekonomi dunia?
Jalur Sutra Kuno yang terbentang sepanjang 6.400 km secara resmi dibuka pada masa pemerintahan Dinasti Han, Cina yaitu pada tahun 206 SM hingga 220 M dan digunakan selama sekitar 1.400 tahun sebagai jalur perdagangan dari Asia Timur (China) ke barat di Asia Tengah yaitu Afganistan, Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan ke selatan di India dan Pakistan.
Kegiatan perdagangan juga melintasi jalur laut sampai ke Eropa melalui Timur Tengah yaitu Laut Mediterania. Asia Tengah menjadi pusat globalisasi pertama menghubungkan pasar timur dan barat dengan berbagai barang dagangan fisik seperti sutra seratus rempah-rempah, permata emas, serta pertukaran teknologi, agama, budaya, dan pengetahuan. Setelah 1405 Jalur Sutra ditutup setelah Kekaisaran Ottoman mendominasi jalur perdagangan di Timur Tengah. Kemudian pada abad ke-16 rute laut mulai menjadi lebih penting dan sebagian besar kota di Jalur Sutra mulai terbengkalai.
Proyek BRI melibatkan 65 negara dari Asia Timur ke Afrika Timur dan Eropa diharapkan akan selesai pada tahun 2049 mencakup 62% populasi dunia serta 40% ekonomi global Benua Asia membutuhkan 26 triliun USD atau 1,7 triliun USD setahun untuk mengembangkan infrastruktur secara keseluruhan sampai 2030
Konsep proyek BRI ini adalah pembangunan jaringan infrastruktur yang luas seperti rel kereta api, jalan raya, kawasan ekonomi khusus, pelabuhan laut, jaringan pipa minyak dan gas, jaringan utilitas tenaga listrik yang dapat menghubungkan China ke seluruh wilayah Asia, Afrika, dan Eropa.
Proyek multi-triliun dolar ini akan mengurangi kesenjangan infrastruktur saat ini menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi di benua terbesar di Asia. Selain itu, tentu saja China akan mendapatkan banyak keuntungan dari segi ekonomi dengan menjadi penjaga platform kerjasama perdagangan.
Sumber Daya Keuangan seperti apa dan Apa yang akan Diperoleh China dari Proyek BRI?
China sudah sering menggambarkan proyek BRI ini sebagai salah satu yang akan memberikan manfaat yang sama kepada negara-negara yang terlibat. Tetapi dapat dilihat bahwa strategi China adalah mengendalikan ekonomi dan mendominasi sistem keuangan global dengan menggunakan mata uang China yaitu renminbi. Proyek BRI ini akan dapat ditingkatkan keuntungan ekonomi dan politik bagi China yang berfungsi sebagai pemberi pinjaman.
China telah mendirikan perusahaan keuangan multilateral yaitu Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) dan menempatkan sebanyak 40 miliar USD di Silk Road Fund Ini adalah salah satu sumber keuangan untuk pembangunan infrastruktur dan sebagian besar sisanya bersumber dari bank investasi besar dimiliki oleh pemerintah China sendiri.
Kemampuan China untuk menyediakan sumber daya keuangan sangat mencengangkan bagi banyak negara yang bekerja sama. Negara-negara tersebut lebih nyaman dengan kondisi yang lebih minim dibandingkan dengan pinjaman yang dibuat dengan lembaga keuangan lainnya yaitu Dana Moneter Internasional,
Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia BRI digambarkan sebagai jalan bagi bangsa China menggunakan cadangan internasional yang juga terbesar di dunia dengan lebih dari 3 triliun USD, mendorong penggunaan renmimbi dalam perdagangan, dan mengembangkan sektor industri utama seperti besi dan baja secara internasional sekaligus menjamin kelambatan tenaga kerja di dalam negeri dapat digunakan sepenuhnya.
Secara tidak langsung memberikan kesan positif kepada kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok yang memiliki misi untuk menjamin pembangunan ekonomi dan membantu orang meningkatkan standar hidup mereka. Dari sudut pandang menjamin pasokan energi BRI akan memungkinkan China mendapatkan akses ke sumber daya minyak dan gas dari Timur Tengah lebih cepat dengan pembangunan pelabuhan di kawasan strategis dan infrastruktur transportasi.
Contohnya adalah pengembangan Koridor Pakistan-Cina meliputi jalan raya dan rel kereta api dari pelabuhan Gwadar, Pakistan ke Xinjiang, China yang menelan biaya 46 miliar USD Namun, proyek Koridor Pakistan-China mendapat tentangan dari India karena infrastruktur yang dibangun akan melalui kawasan reklamasi yaitu Provinsi Kashmir namun, China bersikeras akan melanjutkan konstruksi untuk pipa minyak dan gas Contoh penting lainnya adalah pembangunan Koridor China-Myanmar, Zona Ekonomi Khusus Kyaukphyu di Myanmar, dan pelabuhan laut dalam di Teluk Benggala yang menelan biaya 1,3 miliar USD.
Hal ini memungkinkan China untuk mengembangkan daerah perbatasannya dengan Myanmar menjadi provinsi Yunnan kemudian mendapatkan akses langsung ke Samudera Hindia tanpa harus melewati kemacetan di Selat Malaka. Pipa minyak dan gas melalui Kyaukpyu ke Yunnan juga telah berfungsi dan digunakan sejak 2017 Dengan pelabuhan yang berdekatan dengan Samudera Hindia juga mampu lebih memperkuat wilayah cakupan angkatan laut China.
Infrastruktur yang dikembangkan ini dapat digunakan untuk jalur perdagangan minyak dari Timur Tengah jika ada pembatasan jalur laut di Selat Malaka ke China jika terjadi konflik di kemudian hari. Perspektif Komunitas Internasional tentang BRI Untuk mega proyek seperti BRI ini diterima oleh dunia internasional itu perlu lebih dari sekadar media investasi di berbagai negara yang terlibat.
China perlu mengadopsi berbagi ide dan teknologi selain melaksanakan semua rencana pembangunan sesuai dengan undang-undang dan peraturan internasional. Pada Januari 2019, Pusat Studi ASEAN di Singapura mempublikasikan hasil survei dan untuk pertanyaan tentang persepsi proyek BRI yaitu hampir 1/3 responden menyatakan percaya itu akan menguntungkan perekonomian daerah dan memperkuat hubungan ASEAN-China.
Sedangkan 35% setuju bahwa BRI dapat mengembangkan infrastruktur dibutuhkan di kawasan ASEAN, dan hampir 50% menyadarinya Proyek BRI semakin memperkuat hubungan China dengan negara-negara ASEAN. Hanya 16% yang menyatakan tidak ada manfaat besar yang bisa diperoleh termasuk kepada masyarakat sekitar. Untuk pertanyaan tentang masalah proyek di Sri Lanka yang merupakan Pelabuhan Hambantota dan di Malaysia, Proyek East Coast Rail Link (ECRL), 70% responden setuju bahwa perlunya sikap hati-hati bagi pemerintah suatu negara dalam membuat perjanjian dengan Cina.
Dalam kasus proyek ECRL di Malaysia renegosiasi harus dilakukan untuk menjamin keuntungan bagi kedua belah pihak dan kesepakatan yang lebih transparan termasuk biaya yang bisa ditekan oleh pihak China. Adapun masalah di Sri Lanka itu dibuat narasi atas nama AS yang merusak upaya China seolah-olah itu adalah negara kecil seperti Sri Lanka sudah terjebak dengan 'jebakan utang' China setelah kerajaan Sri Lanka menandatangani perjanjian sewa untuk pelabuhan Hambantota selama 99 tahun ke Cina.
Faktanya adalah, uang yang diperoleh dari kesepakatan itu sebesar 1,12 miliar USD juga termasuk dalam cadangan internasional nasional Sri Lanka bukan hanya untuk melunasi utang China. Untuk memastikan proyek berjalan lancar China harus membuktikan kerja sama yang dilakukan dapat memberikan manfaat yang sama dan tidak mengambil risiko di negara-negara kecil serta menyadari faktor lokal yang dapat mempengaruhi pembangunan infrastruktur seperti kondisi politik dan lingkungan.
Selain itu, data Bank Dunia tentang dampak BRI terhadap perekonomian, kemiskinan, dan lingkungan menyimpulkan bahwa ini lebih tentang membawa manfaat secara keseluruhan namun, beberapa negara berada di luar area tersebut akan menderita efek dari aktivitas perdagangan yang berkurang saat infrastruktur mulai siap di koridor BRI.
Kesimpulannya, kekurangan dalam pembangunan infrastruktur memang penyebab siklus kemiskinan untuk generasi berikutnya tapi harus diperhitungkan perkembangan drastis yang dilakukan oleh China melalui BRI ini akan melalui berbagai jenis Area, dari orang miskin di pedalaman, daerah konflik seperti Kashmir, juga negara-negara dengan pemerintahan yang belum kuat seperti Afghanistan.
Dalam misi China untuk menjadi ekonomi terbesar di dunia mengalahkan AS BRI dipandang sebagai cara China mengembangkan pengaruh ekonomi dan politik walaupun ada resiko yang harus ditanggung.
Secara tidak langsung memberikan kesan positif kepada kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok yang memiliki misi untuk menjamin pembangunan ekonomi dan membantu orang meningkatkan standar hidup mereka. Dari sudut pandang menjamin pasokan energi BRI akan memungkinkan China mendapatkan akses ke sumber daya minyak dan gas dari Timur Tengah lebih cepat dengan pembangunan pelabuhan di kawasan strategis dan infrastruktur transportasi.
Contohnya adalah pengembangan Koridor Pakistan-Cina meliputi jalan raya dan rel kereta api dari pelabuhan Gwadar, Pakistan ke Xinjiang, China yang menelan biaya 46 miliar USD Namun, proyek Koridor Pakistan-China mendapat tentangan dari India karena infrastruktur yang dibangun akan melalui kawasan reklamasi yaitu Provinsi Kashmir namun, China bersikeras akan melanjutkan konstruksi untuk pipa minyak dan gas Contoh penting lainnya adalah pembangunan Koridor China-Myanmar, Zona Ekonomi Khusus Kyaukphyu di Myanmar, dan pelabuhan laut dalam di Teluk Benggala yang menelan biaya 1,3 miliar USD.
Hal ini memungkinkan China untuk mengembangkan daerah perbatasannya dengan Myanmar menjadi provinsi Yunnan kemudian mendapatkan akses langsung ke Samudera Hindia tanpa harus melewati kemacetan di Selat Malaka. Pipa minyak dan gas melalui Kyaukpyu ke Yunnan juga telah berfungsi dan digunakan sejak 2017 Dengan pelabuhan yang berdekatan dengan Samudera Hindia juga mampu lebih memperkuat wilayah cakupan angkatan laut China.
Infrastruktur yang dikembangkan ini dapat digunakan untuk jalur perdagangan minyak dari Timur Tengah jika ada pembatasan jalur laut di Selat Malaka ke China jika terjadi konflik di kemudian hari. Perspektif Komunitas Internasional tentang BRI Untuk mega proyek seperti BRI ini diterima oleh dunia internasional itu perlu lebih dari sekadar media investasi di berbagai negara yang terlibat.
China perlu mengadopsi berbagi ide dan teknologi selain melaksanakan semua rencana pembangunan sesuai dengan undang-undang dan peraturan internasional. Pada Januari 2019, Pusat Studi ASEAN di Singapura mempublikasikan hasil survei dan untuk pertanyaan tentang persepsi proyek BRI yaitu hampir 1/3 responden menyatakan percaya itu akan menguntungkan perekonomian daerah dan memperkuat hubungan ASEAN-China.
Sedangkan 35% setuju bahwa BRI dapat mengembangkan infrastruktur dibutuhkan di kawasan ASEAN, dan hampir 50% menyadarinya Proyek BRI semakin memperkuat hubungan China dengan negara-negara ASEAN. Hanya 16% yang menyatakan tidak ada manfaat besar yang bisa diperoleh termasuk kepada masyarakat sekitar. Untuk pertanyaan tentang masalah proyek di Sri Lanka yang merupakan Pelabuhan Hambantota dan di Malaysia, Proyek East Coast Rail Link (ECRL), 70% responden setuju bahwa perlunya sikap hati-hati bagi pemerintah suatu negara dalam membuat perjanjian dengan Cina.
Dalam kasus proyek ECRL di Malaysia renegosiasi harus dilakukan untuk menjamin keuntungan bagi kedua belah pihak dan kesepakatan yang lebih transparan termasuk biaya yang bisa ditekan oleh pihak China. Adapun masalah di Sri Lanka itu dibuat narasi atas nama AS yang merusak upaya China seolah-olah itu adalah negara kecil seperti Sri Lanka sudah terjebak dengan 'jebakan utang' China setelah kerajaan Sri Lanka menandatangani perjanjian sewa untuk pelabuhan Hambantota selama 99 tahun ke Cina.
Faktanya adalah, uang yang diperoleh dari kesepakatan itu sebesar 1,12 miliar USD juga termasuk dalam cadangan internasional nasional Sri Lanka bukan hanya untuk melunasi utang China. Untuk memastikan proyek berjalan lancar China harus membuktikan kerja sama yang dilakukan dapat memberikan manfaat yang sama dan tidak mengambil risiko di negara-negara kecil serta menyadari faktor lokal yang dapat mempengaruhi pembangunan infrastruktur seperti kondisi politik dan lingkungan.
Selain itu, data Bank Dunia tentang dampak BRI terhadap perekonomian, kemiskinan, dan lingkungan menyimpulkan bahwa ini lebih tentang membawa manfaat secara keseluruhan namun, beberapa negara berada di luar area tersebut akan menderita efek dari aktivitas perdagangan yang berkurang saat infrastruktur mulai siap di koridor BRI.
Kesimpulannya, kekurangan dalam pembangunan infrastruktur memang penyebab siklus kemiskinan untuk generasi berikutnya tapi harus diperhitungkan perkembangan drastis yang dilakukan oleh China melalui BRI ini akan melalui berbagai jenis Area, dari orang miskin di pedalaman, daerah konflik seperti Kashmir, juga negara-negara dengan pemerintahan yang belum kuat seperti Afghanistan.
Dalam misi China untuk menjadi ekonomi terbesar di dunia mengalahkan AS BRI dipandang sebagai cara China mengembangkan pengaruh ekonomi dan politik walaupun ada resiko yang harus ditanggung.
Belum ada Komentar untuk "Akankah China Bisa Menguasai Ekonomi Dunia Dengan Megaproyek Belt and Road Initiative (BRI)"
Posting Komentar