Apa Itu MSG dan Apakah Mengkonsumsi SMG Baik Bagi Kesehatan

Bubuk MSG

Pada 1968, Dr. Robert Ho Man Kwok merasa sakit setelah makan di restoran Cina. Dituliskanlah gejala yang ia rasakan secara detil dalam jurnal medis bergengsi, menyiratkan bahwa gejalanya adalah akibat dari mengkonsumsi monosodium glutamat, umumnya disebut dengan MSG.

Pengaitan Dr. Kwok antara gejala pusing yang ia derita dengan bumbu yang umum ditemukan di hidangan  Cina-Amerika ini hanyalah firasat saja. Namun suratnya mengubah secara dramatis hubungan dunia dengan MSG, mengundang kepanikan internasional, sains bias, dan jurnalisme sensasional untuk 40 tahun ke depan.

Jadi apa sebenarnya bumbu misterius ini? Dari mana MSG berasal, dan benarkah  hal itu buruk bagi kita?

MSG merupakan campuran dari dua molekul sederhana. Sodium, yang sudah terbukti sebagai bagian penting dari diet kita, dan glutamat, asam amino yang sering ditemui di protein nabati dan hewani. Glutamat berperan penting dalam pencernaan, fungsi otot, dan sistem imun kita.

Di waktu dimana surat Dr. Kwok diterbitkan, glutamat telah diidentifikasi sebagai bagian penting dalam kimia otak kita. Tubuh kita menghasilkan cukup glutamat untuk semua proses ini, namun molekul itu juga terdapat pada makanan kita. Kamu dapat merasakan rasa khasnya dalam makanan seperti jamur, keju, tomat, dan kaldu.

Pencarian rasa gurih inilah yang mengarah pada penemuan MSG pada tahun 1908. Seorang kimiawan Jepang bernama Dr. Ikeda Kikunae mencoba mengisolasi molekul yang berperan dalam menciptakan rasa unik yang ia sebut sebagai “umami,” yang artinya “rasa gurih yang enak.” Sekarang, umami diakui sebagai salah satu dari lima rasa dasar dalam ilmu pangan.

Tiap rasa dasar dihasilkan oleh mekanisme molekular yang unik yang tidak bisa ditiru dengan mencampurkan rasa lain. Dalam kasus umami, mekanisme itu muncul ketika kita memasak atau memfermentasikan makanan tertentu, memecah proteinnya sehingga memunculkan asam amino seperti glutamat. Tetapi Ikeda menemukan jalan pintas untuk menghasilkan reaksi kimia ini.

Dengan mengisolasi glutamat dalam jumlah  tinggi dari semangkok kuah mie dan mencampurnya dengan penyedap rasa lain seperti sodium, ia membuat bumbu yang bisa menambah rasa umami dari segala makanan secara instan. Hasilnya sukses besar.

Di tahun 1930-an, MSG adalah bumbu pokok dapur di sebagian besar penjuru Asia; dan di pertengahan abad 20, MSG bisa ditemui dalam produksi  makanan komersil di seluruh dunia. Karena itu, setelah surat Dr. Kwok diterbitkan, langsung terjadi kehebohan. Ilmuwan dan rakyat menuntut penyelidikan ilmiah mengenai zat aditif populer itu.

Di satu sisi, reaksi ini masuk akal. Zat ini belum diuji toksisitasnya, dan dampak kesehatannya sebagian besar belum diketahui. Namun, kemungkinan besar bahwa  orang-orang bukannya bereaksi terhadap kurangnya regulasi keamanan pakannya, namun terhadap judul dari surat itu: “Sindrom Restoran Cina.”

Meski MSG umum digunakan dalam berbagai hidangan, banyak orang Amerika yang sudah lama memiliki prasangka buruk terhadap budaya makan orang Asia, mengecapi mereka sebagai eksotis atau berbahaya. Prasangka ini memicu jurnalisme berunsur SARA, dan menyebarkan ketakutan jika makan di restoran Cina akan menyebabkan penyakit.

Reportase berpihak ini memicu berbagai studi mengenai MSG dan umami, yang hasilnya kurang konklusif dari apa yang tersurat di berita-berita. Contohnya, ketika sebuah studi tahun 1969 menemukan bahwa menyuntik tikus dengan MSG menyebabkan kerusakan pada  retina dan otaknya, beberapa sumber berita menyimpulkan bahwa konsumsi MSG menyebabkan kerusakan otak.

Dan meskipun beberapa studi melaporkan bahwa kelebihan glutamat dapat memicu penyakit seperti Alzheimer, hal ini kemudian ditemukan disebabkan oleh ketidakseimbangan glutamat internal, tidak berhubungan dengan konsumsi MSG kita. Berita-berita ini bukan hanya hasil dari reportase sepihak.

Dari akhir tahun 60-an hingga awal tahun 70-an, banyak dokter yang menganggap “Sindrom Restoran Cina” sebagai penyakit yang nyata. Untungnya, ilmuwan MSG saat ini tidak  lagi menganggap zat aditif itu secara diskriminatif. Studi terkini telah membuktikan pentingnya glutamat dalam metabolisme kita, dan beberapa ilmuwan bahkan berpikir bahwa MSG adalah alternatif sehat dari lemak tambahan dan sodium.

Ilmuwan lain menyelidiki keterkaitan konsumsi rutin MSG dengan obesitas, dan kemungkinan jika konsumsi MSG berlebih menyebabkan sakit kepala, sesak dada, atau debar jantung pada beberapa orang. Namun bagi beberapa kedai, penggunaan MSG dalam jumlah cukup tampaknya menjadi cara aman untuk membuat hidup menjadi sedikit lebih enak.

Belum ada Komentar untuk "Apa Itu MSG dan Apakah Mengkonsumsi SMG Baik Bagi Kesehatan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel