Alasan Mengapa minat generasi muda pada pertanian terus menurun


Suatu hal yang pelik kerap kali luput dari perhatian dalam dunia pertanian ialah fenomena melemahnya minat generasi muda desa untuk bertani. Melemahnya minat generasi muda Desa ini bisa disebabkan banyak faktor, umumnya menjadi petani bukanlah pilihan sadar yang ibarat nasib yang tak perlu lagi dipilih.

Jadi petani seperti nasib guratan tangan yang sulit ditolak, meningkatnya jenjang pendidikan kaum muda Desa tak menolong pertanian malah justru Kian memperkuat godaan untuk meninggalkan Desa.

Makin tinggi pendidikan kaum muda Desa makin besar potensi untuk pergi dari Desa dan dampaknya pertanian akan lesu akibat kelangkaan tenaga kerja baru.

Umumnya banyak petani yang berusia lanjut dengan efektivitas kerja dan produktivitas yang cenderung menurun. Curahan tenaga di sawah menjadi tak lagi optimal sehingga produktivitas pertanian pun terancam tergerus.

Dalam perspektif budaya Kota bekerja di lahan pertanian seolah jadi simbol keterbelakangan yang menghinakan pemuda atau pemudi Desa. Bekerja disawah dicitrakan dengan pakaian kumal sebagai tanda ketidak berhasilan.

Jika ingin dianggap sukses oleh orang lain, maka kaum muda desa harus pergi ke kota untuk menjadi apa saja yang terkesan lebih keren dan inilah salah satu contoh pandangan bias kota yang sangat menyesatkan.

Keterbatasan tanah milik petani jadi penghambat utama kemajuan pertanian. Tanah di desa banyak dikuasai badan usaha raksasa di sektor perkebunan atau kehutanan dan juga karena alih fungsi lahan dan pindah kepemilikan tanah dari petani ke kaum berduit.

Kelangkaan Tanah ini menyebabkan involusi pertanian sehingga terus meredup hingga titik Nadir. Tak ada pertanian tumbuh tanpa tanah pertanian yang terpelihara secara berkelanjutan

Selain tanah, kesulitan lain yang penting ialah benih lokal untuk ditanam dan
pupuk organik untuk mengolah tanah pertanian. Demikian halnya dengan sistem teknologi pendukung untuk peningkatan produktivitas pertanian yang lemah telah memperburuk produktivitas pertanian.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi di era digital belakangan ini masih jauh dari jangkauan umumnya bagi petani di pedesaan. Belum lagi tidak adanya jaminan bagi harga jual produk - produk pertanian telah menjadikan pertanian kalah bersaing dengan sektor lain.

Ketidakpastian harga yang bisa diterima petani menjadi faktor yang mempengaruhi keengganan kaum muda desa untuk bertani. Jika kaum muda Desa tak lagi mau bertani sementara petani yang ada Kian menua dan akhirnya habis, dan kiamat pertanian Segera tiba.

Ketika tak ada lagi generasi petani dan pertanian kehilangan tenaga kerja utamanya, maka kita mesti bersiap menyambut ketidaksanggupan memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Kita harus siap menyongsong era dimana pangan didatangkan dari luar negeri.

Citra kedaulatan pangan tinggal cita-cita dalam kenangan, segala upaya menghidupkan pertanian rakyat akan berakhir.

Model produksi pertanian pun bersalin rupa, petani pergi datanglah korporasi atau perusahaan raksasa, penguasaan tanah dan pengusahaan tanah beralih sepenuhnya dari petani ke tangan korporasi di bidang pangan.

Dengan kekuatan modal ditangannya korporasi bisa mendapatkan hak atas tanah atau aneka izin usaha di atas tanah dengan relatif lebih mudah, dengan modal besar korporasi bisa menggendong berbagai sarana dan prasarana untuk ditebarkan di atas tanah pertanian secara masif.

Modernisasi sistem informasi dan teknologi pertanian Kian mudah digelindingkan melalui kemampuan korporasi pertanian pangan yang luar biasa besar ini dibayangkan produktivitas pertanian sontak meningkat. jika kemampuan ini terus naik Indonesia bisa surplus bahan pangan.

Ketika produk pangan melimpah Indonesia akan Swasembada pangan dan tidak mustahil kita akan menjadi eksportir bahan pangan di dunia dan semua itu hanya sebuah ilusi yang menakjubkan.

Dalam model penguasaan dan pengusahaan pertanian yang bertumpu pada modal besar, jelas keuntungan akan jatuh pertama kali ke tangan pemilik modal. 

Karena petani sudah tak ada tinggal buruh buruh tani yang bekerja di korporasi pertanian, berbondong-bondong orang desa bekerja di atas lahan pertanian yang bukan lagi miliknya dengan menjual murah tenaganya demi remah-remah upah alakadarnya.

Tragis, mendapati pertanian tanpa petani semacam tragedi kemanusiaan yang menyesakkan. Lonjakan produktivitas pertanian tanpa kekuatan petani yang mampu berdiri diatas kaki sendiri menjadikan pertanian yang jauh dari kemerdekaan.

Tentu kita tidak ingin semua ini terjadi pertanian dan petani harus dimerdekakan melalui konsistensi kita dalam melaksanakan reforma agraria dan meregenerasi petani sekarang juga.

Belum ada Komentar untuk "Alasan Mengapa minat generasi muda pada pertanian terus menurun"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel