Apa itu Green Financing dan Manfaatnya bagi indonesia

Kiamat semakin dekat? Lima dari bencana paling parah di dunia, akan diakibatkan oleh perubahan iklim. Sebenarnya ini bukan informasi baru lagi. Masyarakat dan pemerintah sudah sepenuhnya sadar akan hal ini.

Bahkan sejak Sekolah Dasar saja, sudah ada istilah stop global warming, walaupun waktu itu masih belum tahu apa artinya. Masalahnya sekalipun kesadaran itu ada, tapi penerapannya masih kurang.

Padahal kondisi bumi semakin parah dan jika dibiarkan bisa saja kiamat benar terjadi. Maka dari itu, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menghentikan hal tersebut adalah pembiayaan.

Karena sesuai pepatah walau uang bukan segalanya, tapi tanpa uang kita enggak bisa apa apa dan dari sanalah, muncul istilah green financing. Kalau menurut kamu,

Apa itu green financing?

Green financing merupakan pembiayaan hijau kepada sebuah industri yang menggunakan sistem berkelanjutan dalam produksinya, yaa singkatnya perusahaan itu go green. Tapi tahu enggak, sebenarnya istilah green financing bukanlah suatu hal yang baru.

Sejak 1970-an istilah ini sudah ada saat perekonomian dunia termasuk Indonesia sedang bertumbuh pesat. Tapi masalahnya, tentunya industri membutuhkan listrik untuk menggerakan mesin yang otomatis membuat pertumbuhan penggunaan energi fosil jadi jauh meningkat.

Pada 1971, penggunaan energi fosil di Indonesia baru mencapai 24,7% energi total, tetapi angka ini naik 40% hanya kurang dari setengah abad Dan bukan hanya itu, pertumbuhan industri juga berpengaruh pada banyak sektor lainnya.

Apalagi permasalahan polusi dan limbah yang masih belum teregulasi dengan baik. Memang pada saat itu beberapa pihak sudah sadar akan isu lingkungan ini. Namun, ternyata bagi pihak lain hal ini belum dianggap krusial.

Apalagi saat itu banyak industri yang memberikan untung bagi negara. Yaa, memang saat itu sektor industri dan sektor lingkungan tidak bisa jalan berdampingan. Untuk masalah lingkungan sendiri, sebenarnya Amerika sudah memperkenalkan tentang AMDAL sejak 1970.

Tapi Indonesia telat banget. Kita baru mengadopsi sistem ini pada 1986. Walaupun memang, setelah ada regulasi dibuat, hal itu hanya sekadar formalitas belaka. Soalnya, banyak industri yang menyuap agar dapat menerbitkan AMDAL.

Karena kadangkala, izin penerbitan amdal bisa sangat mahal. yang mana, hal ini sangat membahayakan. Jika industri terus semena-mena seperti ini, Indonesia diprediksi merugi hingga 40% dari PDB, pada tiga dekade mendatang.

Makanya, pemerhati lingkungan Indonesia dan dunia pun memutar otak untuk memaksa indutri beralih ke proses produksi yang lebih hijau. Sampai pada November 2008, sebuah grup dari Swedia ingin melakukan pembiayaan pada perusahaan yang bergerak di industri hijau. 

Mereka pun meminta tolong pada Bank Dunia dan direspon positif dengan penerbitan obligasi hijau yang menjadi penyambung pertama antara dunia keuangan dengan projek ramah lingkungan.

Lalu pada 2015, PBB meluncurkan Sustainable Development Goals dan Paris Agreement, yang membuat green financing semakin digalakkan dan meluas ke seluruh dunia. Bahkan saat ini, obligasi hijau yang diterbitkan di dunia sudah mencapai Rp35,1 triliun.

Lalu, bagaimana di Indonesia sendiri? Sebenarnya Indonesia juga memiliki sejumlah instrumen pembiayaan yang ramah lingkungan, hanya saja sebagian besar masih berfokus pada investasi. Lalu, bursa efek Indonesia telah mengakui sejumlah perusahaan yang memiliki kinerja baik untuk mendorong usaha berkelanjutan, yang tergabung dalam indeks SRI-KEHATI

Dari sisi perbankan, beberapa bank diperbolehkan lho untuk memblacklist pinjaman dari industri yang tidak berkelanjutan. Tapi yang jadi pertanyaan, benarkah green financing bisa membuat semua industri beralih ke proses yang lebih hijau dan berkelanjutan? Memang sudah ada hasilnya?

Sebenarnya, masih belum ada data terbaru. Tapi dari data Kementerian Perindustrian 2021, ada 44 perusahaan yang mendapatkan sertifikasi hijau. Padahal perusahaan industri skala menengah dan besar di Indonesia mencapai 29.000 pada 2021, yang mana hanya 0,15% saja.

Hal inipun jauh dari target Kementerian Perindustrian yakni 90% pada 2030. Masalahnya, di Indonesia masih belum ada takaran pasti mengenai industri hijau ini. Mungkin iya, perusahaan bisa mengikuti 5 poin yang disebutkan ini.

Tapi, masih multitafsir, belum ada batasan-batasan dari poin-poin tersebut. Hal inipun dapat menimbulkan greenwashing, dimana perusahaan tercatat sebagai "perusahaan hijau" dengan beragam CSR dan upayanya, tapi ternyata dampak lingkungannya jauh lebih besar.

Selain itu, jumlah instrumen investasi dan uji kelayakan investasi juga masih belum banyak dan merata. Maka dari itulah, pemerintah butuh memberikan informasi yang jelas, kerangka penilaian, serta strategi peralihan antara perusahaan tidak hijau ke perusahaan hijau.

Pemerintah juga sebaiknya membuat kebijakan moneter yang sesuai dengan perekonomian hijau ini, agar semuanya dapat lebih teregulasi.

Belum ada Komentar untuk "Apa itu Green Financing dan Manfaatnya bagi indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel